/* hilangkan navbar ----------------------------- */ #navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none }

meta console

Contoh PTK sosiologi

Contoh PTK sosiologi


JASA PEMBUATAN PTK KENAIKAN PANGKAT PNS/PERSIAPAN PLPG/UKG
JUDUL-JUDUL PTK KLIK DISINI
Ggak Punya waktu mengerjakan PTK (Penelitian Tindakan Kelas)??? Di sini nih... Solusinya.. 
Ciuuussss... ambil Hp, segera hubungi CS kami, pertanyaan-pertanyaan anda seputar PTK akan terjawab dengan lengkap...haha..kaya buku aja lengkap.
Buruan...
MAU KONSULTASI PTK?
BUTUH PROPOSAL PTK?
BUTUH GAMBARAN JUDUL PTK??
BUTUH PTK LENGKAP, NO COPY-COPY, ASLI DAN ORISINIL
PTK TERBARU DAN BELUM PERNAH TERPUBLIKASIKAN
PTK NYA SEKALIAN DIJADIKAN JOURNAL JUGA BOLEH PAK/BU....
LANGSUNG SAJA HUBUNGI CS KAMI DI :

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Banyak kalangan pelajar menganggap belajar adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dan pikiran pada suatu pokok bahasan, baik yang sedang disampaikan guru maupun yang sedang dihadapi di meja belajar. Kegiatan ini hampir selalu dirasakan sebagai beban daripada upaya aktif untuk memperdalam ilmu.
Mereka tidak menemukan kesadaran untuk mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah. Banyak diantara siswa yang menganggap, mengikuti pelajaran tidak lebih sekedar rutinitas untuk mengisi daftar absensi, mencari nilai, melewati jalan yang harus ditempuh, dan tanpa diiringikesadaran untuk menambah wawasan ataupun mengasah ketrampilan.
Menurunnya gairah belajar, selain disebabkan oleh ketidaktepatan metodologis, juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pengajaran klasikal dan ceramah, tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha. Termasuk adanya penyekat ruang struktural yang begitu tinggi antara guru dan siswa.
Selama ini proses belajar mengajar di SMA 1 Paninggaran seperti yang penulis perhatikan siswa masih sebagai penerima informasi. Mereka kurang dilibatkan dalam proses belajar mengajar, hanya beberapa guru saja yang menerapkan pemahaman bahwa siswa dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Padahal sekarang banyak metode belajar yang menawarkan berbagai macam bentuk yang semuanya menerapkan konsep bahwa siswa bukan sebagai wadah atau bejana yang hanya dijejali ilmu saja tanpa diberi kesempatan untuk ikut menyumbangkan kemampuannya dalam pembelajaran. Maka dari itu, penulis sangat berminat mencoba metode belajar yang baru selain ceramah atau metode konvensional. Di kehidupan anak muda sekarang muncul berbagai macam istilah gaul, diantaranya “galau”. Sebutan untuk anak muda yang sedang resah, gelisah, memikirkan pujaan hatinya karena tidak kunjung SMS, galau karena diputus pacar dan sebagainya. Penulis menangkap istilah galau dan ditambahai kata “anti” yang berarti tidak memihak, anti galau dapat diartikan sebagai tidak mudah resah, santai tetap enjoy menikmati pelajaran. Anti Galau merupakan kependekan dari Aktif, Nasionalis, Teoritis, Inspiratif, Gotong-royong, Atraktif, Luhur, Agamis dan Unik. Metode yang utama digunakan adalah metode STAD yang cara kerjanya melibatkan seluruh siswa dikelas, tidak hanya siswa yang pintar secara akademik saja. Anti Galau diterapkan pada kegiatan STAD, dan kepanjangan dari Anti Galau merupakan sifat-sifat karakter bangsa Indonesia dan unsur sifat-sifat modern dalam pendidikan misalnya atraktif. Diharapkan dengan model ini siswa tetap menghormati karakter budaya bangsa dengan tetap up to date mengikuti arus globalisasi, mampu berdiskusi dan menghargai pendapat melalui metode STAD dan menjadi insan yang memiliki nilai-nilai dan kepribadian yang luhur.
B.  Identifikasi Masalah
Dari analisis situasi diatas, kondisi saat ini adalah:
1.        Proses belajar mengajar Sosiologi dikelas masih berjalan monoton.
2.        Belum ditemukan strategi pembelajaran yang tepat.
3.        Belum ada kolaborasi yang serasi antara guru dan siswa dalam pembelajaran Sosiologi.
4.        Metode yang digunakan bersifat konvesional.
5.        Rendahnya kualitas pembelajaran Sosiologi.
6.        Rendahnya prestasi siswa untuk mata pelajaran Sosiologi
C.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bagaimana menggunakan model Anti Galau sebagai pendamping pembelajaran cooperatif learning tipe STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sosiologi?
2.    Apakah penggunaan model Anti Galau sebagai pendamping pembelajaran tipe STAD mampu meningkatkan kemampuan kognitif dan afektif siswa terhadap materi sosiologi?
D.  Tujuan Penelitian
Setelah kegiatan pembelajaran model Anti Galau dan Cooperatife learningtipe STAD , diharapkan:
1.    Guru dapat meningkatkan strategi pembelajaran sosiologi.
2.    Siswa merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide, dan pertanyaan.
3.    Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sosiologi.
4.    Siswa lebih bersemangat untuk mengikuti pelajaran, maupun mempelajari materi pelajaran meskipun belum diajarkan.
5.    Siswa lebih berani dan tidak canggung lagi mengungkapkan pendapat baik kepada kelompok maupun kepada seluruh siswa sehingga siswa lebih senang ulangan secara lisan daripada tertulis.
6.    Guru dapat meningkatkan hasil PBM sosiologi.
7.    Siswa dapat bekerjasama secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.
8.    Seluruh siswa menguasai materi pelajaran secara tuntas, karena selain diajar oleh guru juga diberi masukan dan bimbingan dari teman satu kelompok.
E.  Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan penelitian tindakan kelas ini adalah:

1.    Manfaat Teoritis
a.    Proses belajar mengajar sosiologi dikelas tidak lagi berjalan secara monoton.
b.    Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat.
c.    Metode yang digunakan tidak lagi konvensional, tetapi lebih bersifat variatif.
d.   Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri, kelompok, baik yang terstruktur maupun yang tidak.
e.    Kualitas pembelajaran sosiologi meningkat.
f.     Prestasi siswa untuk mata pelajaran sosiologi meningkat, dan
g.    Keberanian siswa mengungkapkan pendapat, ide, pertanyaan, dan saran meningkat.
2.    Manfaat Praktis
a.    Dapat digunakan oleh guru mata pelajaran lain untuk reverensi penelitian serupa agar dapat diterapkan di mata pelajaran guru yang bersangkutan
b.    Untuk pengembangan diri peneliti sebagai guru dalam membudayakan menulis sebagai kaum cendekiawan
c.    Untuk dapat diajukan sebagai syarat kenaikan angka kredit bagi profesi guru
d.   Untuk masyarakat umum dapat dijadikan bacaan bagaimana guru berusaha belajar terus menerus lewat penelitian yang diterapkan kepada anak didik supaya tercipta proses pembelajaran yang lebih baik lagi.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
A.  Kerangka Teoritis
Pada bab pendahuluan telah disampaikan bahwa model ANTI GALAU adalah singkatan dari Aktif, Nasionalis, Terampil, Inspiratif, Gotong-royong, Atraktif, Luhur, Adil dan Ulet. Penulis menerapkan model ini sebagai pendamping pembelajaran cooperative learning tipe STAD. Sebelumnya, penulis telah mencoba menggunakan tipe STAD dalam pembelajaran. Tetapi, sebagai upaya menambah semangat siswa dalam kegiatan belajar mengajar, penulis menambahkan unsur-unsur karakter bangsa Indonesia kemudian dirangkai menjadi sebuah gagasan yang masih “in” dikalangan siswa yang notabene merupakan usia remaja dan dikehidupan sehari-hari seringkali mengucapkan kata-kata gaul. Galau adalah salah satunya, dan penulis berharap siswa tidak merasakan galau ketika mengikuti pelajaran sosiologi yang selama ini dianggap pelajaran membosankan karena banyak hafalan dan analisis yang berparadigma ganda.
Adapun kepanjangan dan arti kata dari anti galau peneliti dapatkan dari website artikata.com. Peneliti juga mengambilnya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata tersebut antara lain:
a.    Aktif1. 1 giat (bekerja, berusaha): ia -- di bidang olahraga. 2 lebih banyak penerimaan dp pengeluaran: neraca pembayaran. 3 dinamis atau bertenaga (sbg lawan statis atau lembam);4 mampu beraksi dan bereaksi: nitrogen --; 5 Dok mempunyai kecenderungan menyebar atau berkembang biak (tt penyakit, sel, dsb): dia mengidap penyakit tuberkulosis --; meng·ak·tif·kan v menjadikan aktif; menggiatkan;
peng·ak·tif n 1 yg membuat aktif; 2 Kim sesuatu, biasanya suatu katalis, yg menyebabkan zat atau sistem menjadi aktif;
peng·ak·tif·an n 1 proses, cara, perbuatan menjadikan aktif; 2 Kimpengubahbentukan enzim yg tidak aktif menjadi enzim aktif;
ke·ak·tif·an n kegiatan; kesibukan
b.    Nasionalis1. pencinta nusa dan bangsa sendiri;
orang yg memperjuangkan kepentingan bangsanya; patriot: ia adalah seorang pejuang -- sejati
c.    Terampil, cakap dl menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan;
me·ne·ram·pil·kan v membuat menjadi terampil; memberikan keterampilan;
ke·te·ram·pil·an n kecakapan untuk menyelesaikan tugas;
~ bahasa Ling kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dl menulis, membaca, menyimak, atau berbicara; ~ tematis Ling kesanggupan pemakai bahasa untuk menanggapi secara betul stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola gramatikal dan kosakata secara tepat, menerjemahkan dr satu bahasa ke bahasa lain, dsb
d.   Inspiratif, ilham;
meng·in·spi·ra·si v menimbulkan inspirasi; mengilhami: mudah-mudahan acara historis itu dapat ~ kita untuk tujuan yg lebih mulia dan besar;
meng·in·spi·ra·si·kan v menjadikan inspirasi;
ter·in·spi·ra·si v telah diinspirasi; terilhami
e.    Gotong-royong1. bekerja bersama-sama (tolong- menolong, bantu-membantu): masyarakat berhasil membangun sebuah masjid yg megah secara --; pasir, batu kali, dan material lainnya untuk membuat jalan itu dikumpulkan secara -- oleh warga desa; ber·go·tong ro·yong v bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu;
ke·go·tong·ro·yong·an n perihal bergotong royong: cara kerja yg rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana ~
f.     Atraktif, . mempunyai daya tarik; bersifat menyenangkan: pameran itu sangat -- sehingga selalu dipenuhi pengunjung
g.    Luhur. tinggi; mulia: demi cita-cita yg -- , kami bersedia mengorbankan jiwa dan raga; me·lu·hur·kan v menganggap (memandang dsb) luhur; memuliakan; menghormati: ~ nusa dan bangsa; ke·lu·hur·an n kemuliaan; kebesaran: terkenang akan ~ tanah airnya; ~ budinya membuat setiap orang meng hor
matinya; 
~ jiwa kemuliaan atau kebesaran jiwa: ~ jiwa seseorang dapat diketahui dr tingkah lakunya
h.    Adil, 1 sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak: keputusan hakim itu --; 2 berpihak kpd yg benar; berpegang pd kebenaran; 3 sepatutnya; tidak sewenang-wenang: para buruh mengemukakan tuntutan yg --; meng·a·dili v memeriksa, menimbang, dan memutuskan (perkara, sengketa); menentukan mana yg benar (baik) dan mana yg salah (jahat): hakim ~ perkara pembunuhan; ter·a·dil a paling (sangat) adil;
ter·a·dili v dapat diadili;
per·a·dil·an n segala sesuatu mengenai perkara pengadilan: lembaga hukum bertugas memperbaiki ~; peng·a·dil n orang yg mengadili; hakim: pemain terkenal itu pernah dikartumerahkan sang ~; peng·a·dil·an n 1 dewan atau majelis yg mengadili perkara; mahkamah; 2proses mengadili; 3 keputusan hakim: banyak yg tidak puas akan ~ hakim itu; 4 sidang hakim ketika mengadili perkara: di depan ~ terdakwa memungkiri perbuatannya; 5 rumah (bangunan) tempat mengadili perkara: rumahnya terletak di depan kantor ~ negeri; ~ agama badan peradilan khusus untuk orang yg beragama Islam yg memeriksa dan memutus perkara perdata tertentu sesuai dng peraturan perundang-undangan yg berlaku; ~ militer badan peradilan khusus yg berkuasa memeriksa dan memutus perkara tindak pidana yg dilakukan oleh anggotaTNI; ~ negeri badan peradilan pd tingkat pertama yg berkuasa mengadili semua perkara penyelewengan hukum dl daerah hukumnya; ~tinggi badan yg berkuasa mengadili perkara banding yg berasal dr pengadilan negeri dl daerah hukumnya;
ke·a·dil·an n sifat (perbuatan, perlakuan, dsb) yg adil: dia hanya mempertahankan hak dan ~ nya; Pemerintah menciptakan ~ bagi masyarakat; ~ sosial kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yg bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yg sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pd kemampuan aslinya;
ber·ke·a·dil·an v mempunyai keadilan.
i.      Ulet,  1 liat; kuat (tidak mudah putus, tidak getas): talinya sangat -- , terbuat dr kulit waru; 2 tidak mudah putus asa yg disertai kemauan keras dl berusaha mencapai tujuan dan cita-cita: musuhnya -- , perlu dilawan dng senjata yg ampuh;
ke·u·let·an n perihal ulet: krn ~ nya, ia berhasil lulus ujian sarjana.
Pembelajaran cooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran cooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran cooperatif. Pembelajaran cooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
1.    Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.    Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerjasama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
3.    Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan ters secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
4.    Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
5.    Penghargaan kelompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
B.  Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan dilapangan nampak bahwa pada umumnya proses belajar mengajar Sosiologi dikelas masih berjalan monoton, konvensional, kualitas pembelajaran, dan prestasi siswa untuk pembelajaran Sosiologi rendah. Melihat situasi yang demikian, perlu menggalang partisipasi siswa dalam KBM baik partisipasi kontribusi maupun inisiatif. Sistem STAD dan model ANTI GALAU diharapkan mampu memecahkan masalah ini. Metode yang digunakan tidak lagi konvensional akan tetapi lebih bersifat variatif dan partisipatoris, kualitas pembelajaran sosiologi meningkat, dan prestasi siswa untuk mata pelajaran sosiologi meningkat.




Dengan demikian, gambaran pola pemecahannya tahapan ditunjukkan pada gbr. Berikut :
C.      


















Gbr 1. Kerangka Pemecahan Masalah
Atas dasar diagram diatas, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan gambaran akan kondisi lapangan saat ini, perlakuan yang akan dilakukan, dan hasil yang diharapkan, termasuk revisi silkus-siklus yang akan dilakui.
D.  Hipotesis
Hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis statistik maupun hipotesis penelitian formal. Hipotesia tindakan merupakan jawaban sementara berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir. Hipotesis tindakan juga merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang diajukan berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir.
Sesuai dengan rumusan masalah pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat contoh hipotesis tindakan sebagai berikut:
1.      Implementasi model pembelajaran STAD dapat meningkatkan pemahaman konsep sosialisasi
2.      Hasil belajar siswa tentang sosialisasi melalui implementasi model pembelajaran STAD  meningkat 0,1%.
3.      Model pembelajaran STAD sangat tepat untuk diimplementasikan pada kegiatan pembelajaran tentang sosialisasi

























BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A.  Setting Penelitian
Setting penelitian menunjukkan tempat di mana penelitian ini dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas ini adalah di SMA Negeri 1 Paninggaran. Merupakan sekolah yang ada di daerah pegunungan, dengan medan jalan yang naik turun serta berliku-liku. Memberikan tantangan tersendiri bagi guru-guru yang mendapat tugas mengajar disekolah ini. Dari pertama dibangun tahun 2002 sampai sekarang, SMA Paninggaran mempunyai guru yang sebagian besar bertempat tinggal dibawah(dikota), hanya beberapa guru saja yang asli warga Paninggaran. Siswa SMA Paninggaran beragam dari segi ekonomi maupun desa tempat tinggal. Ada yang dekat dengan sekolah tetapi ada juga siswa yang rumahnya terbilang jauh dari sekolah dengan medan jalan pegunungan yang begitu ekstrim. Materi dipilih untuk kelas X semester dua. Peneliti memilih kelas X2 sebagai kelas yang akan diberikan pembelajaran dengan STAD. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang dalam pelaksanaannya secara garis besar terdapat empat tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu siswa dan variabel guru. Variabel siswa dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang berupa prestasi hasil belajar siswa, keaktifan siswa, kerjasama dan motivasi siswa dalam bentuk nilai pada pembelajaran sosiologi. Sedangkan variabel guru dalam penelitian ini adalah mengamati guru dalam pengelolaan kelas selama proses pembelajaran berlangsung.
B.  Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian peneliti (Arikunto, 2002: 122).
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X.2 semester dua SMA Negeri 1 Paninggaran Kabupaten Pekalongan. Kelas ini dipilih karena pada semester sebelumnya untuk materi sosiologi peneliti telah menggunakan metode CTL tipe selain STAD dikelas ini. Kelas X.2 secara kombinasi asal SMP adalah kelas yang heterogen, dan dari salah satu SMP yang telah menggunakan sistem running class.
C.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 2002 : 107), sumber data penelitian ini adalah : 
1.    Informan
Informan adalah individu-individu tertentu yang diwawancarai untuk keperluan informasi atau keterangan atau data yang diperlukan oleh peneliti. Informan ini dipilih dari orang-orang yang betul-betul dapat dipercaya dan mengetahui objek yang diteliti (Koentjaraningrat, 1993 : 130).
2.    Angket Tes.
Kuesioner dalam bentuk tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa apakah ada peningkatan setelah guru menggunakan model pembelajaran tipe STAD. Guru membagi tes dan memberi cukup waktu bagi siswa untuk menyelesaikannya. Guru jangan membiarkan siswa untuk bekerjasama dalam mengerjakan tes. Pada tahap ini siswa bekerja menunjukkan apa yang telah mereka pelajari secara individu.
Selain itu guru juga memberikan angket tentang minat pembelajaran kepada siswa, sering siswa dalam mengisi angket, atau bahkan pada penelitian lainnya responden dalam menjawab tidak jujur dan terkesan asal jawab. Tetapi guru meyakinkan kepada responden (siswa) bahwa mereka dijamin kerahasiaan. Sehingga dalam menjawab angket siswa lebih jujur.


3.    Penghargaan Kelompok
Menentukan nilai peningkatan individu dan nilai kelompok dan memberikan penghargaan kelompok
4.    Menentukan Nilai Individu dan Kelompok
Setelah dilaksanakan tes, ditentukan nilai individu dan kelompok serta memberikan penghargaan pada kelompok yang memiliki nilai tinggi. Jika memungkinkan umumkan nilai kelompok yang diperoleh pada periode setelah pelaksanaan tes. Hal ini akan membuat hubungan antara hasil pelaksanaan pekerjaan yang baik dengan penerimaan penghargaan dari para siswa sehingga akan meningkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik.
5.    Nilai Peningkatan
Siswa memperoleh nilai peningkatan. Untuk kelompok berdasarkan tingkat dimana nilai tes mereka (peningkatan jawaban benar) melebihi nilai dasar mereka.

Tabel 1
Peningkatan Nilai Dalam STAD
Nilai Tes
Nilai Peningkatan
Lebih dari 10 dibawah nilai dasar
10 nilai sampai 1 nilai dibawah nilai dasar
Nilai dasar sampai nilai 10 diatasnya
Lebih dari 10 nilai diatas nilai dasar
Sempurna (tanpa menghitung nilai dasar)
5
10
20
30
40

Sebelum mulai menentukan nilai peningkatan, diperlukan satu lembar salinan nilai tes. Tujuan dari pemberian nilai dasar dan poin peningkatan ini adalah untuk memungkinkan semua siswa memberikan nilai maksimum pada kelompoknya masing-masing apapun hasil prestasi pencapaian yang mereka peroleh sebelumnya. Siswa memahami bahwa cukup adil untuk membandingkan masing-masing siswa dengan tingkat prestasi mereka sebelumya karena semua siswa masuk kelas dengan tingkat kemampuan dan pengalaman yang berbeda.






























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.           Mentalitas Siswa SMA 1 Paninggaran
SMA 1 Paninggaran adalah sebuah sekolah pingiran di kabupaten Pekalongan yang berada di area perbukitan. Berbatasan dengan kabupaten Banjarnegara, sehingga siswanya ada yang berdomisili di Pekalongan dan sebagian ada yang berasal dari kabupaten Banjarnegara. Berdiri ditahun 2002, pada saat penelitian ini dilakukan SMA 1 Paninggaran baru meluluskan 8 angkatan. Ada 12 kelas untuk tahun pelajaran 2012/2013, terdiri dari 5 kelas X, XI Ipa satu kelas, XI IPS 2 kelas, sedangkan kelas XII terdiri dari 1 IPA dan 3 kelas IPS. Seperti sekolah pinggiran pada umumnya motivasi belajar siswa di mata pelajaran apapun sangat rendah. Mereka masih beranggapan sekolah hanya untuk sekedar mengisi waktu luang.
Berikut ini tipikal anak-anak SMA 1 Paninggaran (pengamatan dimulai sejak peneliti mengajar di tahun 2010-sekarang):
1.         Tidak menghargai waktu
2.         Tidak berdisiplin murni
3.         Tidak mempunyai jiwa kompetitif
4.         Kurang berorientasi pada proses
5.         Suka menerabas
6.         Sulit untuk diajak berpakaian rapi
7.         Budaya membaca yang rendah
8.         Menerima IPTEK tanpa filterisasi
Peneliti menyadari bahwa mengubah mental yang sudah membudaya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tugas guru tidak hanya mengajar ilmu akademik, tetapi lebih dari itu guru juga tidak boleh menutup mata mengenai keadaan peserta didiknya dari segi apapun, ekonomi, budaya, sosial, dan lainnya. Melalui mata pelajaran sosiologi, peneliti berusaha mendekati siswa dengan tanpa kekerasan (non Koersif). Jika siswa mulai senang dan berminat terhadap sebuah ilmu, maka akan ada sugesti yang akan diterima siswa dari pengampu mata pelajaran tersebut, hal itulah yang sedang peneliti lakukan. Materi sosialisasi dipilih karena materi ini pada dasarnya mengajarkan tentang proses belajar, membiasakan sebuah pengetahuan apapun kepada sebuah generasi yang baru.
B.            Hasil Belajar dengan STAD dan Anti Galau
Guru membentuk kelas menjadi 5 kelompok, untuk mengenalkan budaya Indonesia dan sejarah batik, maka guru sengaja memberi nama kelompok dengan nama motif batik klasik, yaitu, Sidomukti, Sidoasih, Mega Mendung, Jlamprang, Truntum. Masing-masing kelompok mempelajari mengenai materi sosialisasi. Guru memberikan pertanyaan dan tiap kelompok membuat ilustrasi sosialisasi yang pernah mereka alami, dengan empat tahap sosialisasi. Dalam kegiatan ini terdapat unsur Anti Galau, yaitu Aktif, Nasionalis, Terampil, Inspiratif, Gotong-Royong, Atraktif, Adil, Ulet.
KELOMPOK STAD&ANTI GALAU SOSIOLOGI KELAS X.2
NAMA MOTIF BATIK KLASIK
SIDOMUKTI
1.      Responden 2
2.      Responden 4
3.      Responden 7
4.      Responden 8
5.      Responden 21
6.      Responden 18
SIDOASIH
1.      Responden 22
2.      Responden 20
3.      Responden 32
4.      Responden 6
5.      Responden 28
6.      Responden 10
7.      Responden 29
TRUNTUM
1.      Responden 1
2.      Responden 11
3.      Responden 25
4.      Responden 17
5.      Responden 9
6.         Responden 27
MEGA MENDUNG
1.       Responden 23
2.      Responden 30
3.      Responden 12
4.      Responden  24
5.      Responden  3
6.      Responden  15
JLAMPRANG
1.      Responden  14
2.      Responden 19
3.      Responden 16
4.      Responden 5
5.      Responden 13
6.      Responden 31
7.      Responden 26



1.    Analisis Nilai Ulangan Siswa
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil tes siklus I dan test siklus II Penilaian berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan. Peneliti sengaja menyajikan tabel dengan hasil tiga nilai sekaligus supaya dapat dengan langsung mengamati kemajuan tiap siswa kelas X.2. Hasil analisis kuantitatif  sebagai berikut.
Tabel 2
Nilai Ulangan Harian Pra siklus, Siklus I, dan Siklus II
NO
NAMA
JENIS KELAMIN
NILAI
ULANGAN
HARIAN



PRASIKLUS
SIKLUS I
SIKLUS II
1
Responden 1
L
52
56
78
2
Responden 2
L
43
53
59
3
Responden 3
L
48
77
77
4
Responden 4
L
46
66
70
5
Responden 5
P
55
73
78
6
Responden 6
L
52
57
77
7
Responden 7
P
56
76
78
8
Responden 8
P
73
74
76
9
Responden 9
P
50
75
79
10
Responden 10
L
41
63
74
11
Responden 11
L
61
68
68
12
Responden 12
P
75
78
79
13
Responden 13
L
55
59
76
14
Responden 14
P
82
87
92
15
Responden 15
L
54
74
73
16
Responden 16
L
62
67
79
17
Responden 17
L
62
74
77
18
Responden 18
L
66
75
79
19
Responden 19
P
77
79
82
20
Responden 20
P
58
76
82
21
Responden 21
P
47
77
79
22
Responden 22
P
46
78
84
23
Responden 23
P
78
78
86
24
Responden 24
P
54
76
79
25
Responden 25
P
55
67
78
26
Responden 26
P
68
77
82
27
Responden 27
P
45
57
79
28
Responden 28
L
43
56
65
29
Responden 29
L
66
66
76
30
Responden 30
P
76
79
79
31
Responden 31
L
56
76
80
32
Responden 32
P
76
80
88

Rata-rata

58,68
71,06
75,12

Nilai Tertinggi

82
87
92

Nilai Terendah

41
53
59

Persentase Ketuntasan

21,8%
62,6%
90,62%

Persentase Ketidaktuntasan

78,1%
37,5%
9,37%

Satu yang membuat peneliti merasa bahwa model ini perlu diterapkan untuk kelas-kelas sosiologi berikutnya adalah kehadiran siswa meningkat, dari absen empat kali berturut-turut bahkan seluruh kelas hadir , hanya beberapa anak yang terlambat masuk kelas padahal tas sekolah mereka sudah ada di laci meja. Alasan jarak rumah yang jauh membuat siswa belum sempat sarapan dari rumah. Sebenarnya jarak yang jauh dapat diakali dengan bangun lebih pagi, tapi merupakan prestasi yang luar biasa ketika melihat siswa SMA 1 Paninggaran tidak lagi meninggalkan kelas karena suatu hal yang tidak jelas.
Tabel 
Analisis Data Semua  Siklus
No.
Uraian

Analisis Kualitatif



Pra siklus
Siklus I
Siklus II
1
Jumlah Siswa
32
32
32
2
Tidak hadir
-
-
-
3
Tuntas
7 Siswa
20 Siswa
29 Siswa
4
Tidak Tuntas
25 Siswa
12 Siswa
3 Siswa
5
Rerata
58.68
71,06
75,12
6
Persentase Ketuntasan
21,8%
62,6%
90,62%
7
KKM
70
70
70
8
Nilai Tertinggi
82
87
92
9
Nilai Terendah
41
53
59

Jika diperhatikan dari tingkat ketuntasan, dapat dilihat bahwa pada pra siklus hanya 7 siswa dari 32 siswa yang mendapat nilai diatas KKM, siklus I terdapat 12 siswa yang dibawah KKM, dan siklus II 3 siswa yang tetap dari awal sampai siklus II tidak dapat mencapai KKM. Hal ini terlihat bahwa penggunaan STAD sangat menbantu siswa dalam belajar, dengan tutor teman sebaya, siswa menjadi tidak malu bertanya mengenai materi yang belum siswa pahami. Selama menggunakan metode ceramah, bisa saja siswa yang tidak faham, semakin tidak faham karena malu bertanya kepada guru ketika ada beberapa pokok materi yang sebenarnya siswa tidak faham.
2.    Analisis Pengamatan Diskusi
Secara umum melalui diskusi kelompok dalam pembelajaran Anti Galau dan  STAD sangat membantu belajar siswa, tidak ada lagi siswa yang melamun, bermain HP, dan mengobrol sendiri, ataupun mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Budaya mengerjakan pekerjaan rumah disekolah sangat kental dikalangan siswa. Ketika menggunakan STAD, siswa tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan lain selain mendiskusikan materi sosiologi.
Penilaian diskusi didapat dengan pengamatan, baik pada siklus I maupun siklus II. Peneliti melakukan pengamatan dengan sesekali mendatangi kelompok yang kesulitan mengerjakan tugas. Peneliti memancing kreatifitas semua anggota kelompok agar setiap individu turut menyumbangkan pikiran demi poin kelompoknya.
Tabel 16
Hasil Analisis Pengamatan Diskusi.
No.
Jumlah Siswa
Aktivitas Peserta
Sangat Baik
Baik
Cukup
1
32
Kemampuan bertanya
43%
47%
25%
2
32
Kemampuan mengemukakan pendapat
46%
28%
25%
3
32
Keaktifan diskusi
59%
21%
18%
4
32
Kerjasama
46%
34%
18%

Hasil analisis pengamatan diskusi menunjukkan bahwa target penelitian sudah tercapai. Untuk kemampuan bertanya 43%, kemampuan mengemukakan pendapat, 46% , keaktifan diskusi 59% , dan kerjasama siswa  dalam berdiskusi 46% dikategorikan baik (78 s.d. 90).
3.    Catatan Harian Guru
          Hasil catatan harian guru menunjukkan bahwa sebagian besar siswa aktif hal itu ditunjukkan banyaknya siswa yang bertanya pada materi yang sulit, tingkah laku siswa selama proses pembelajaran serius, senang dan bersemangat tetapi masih ada yang bergurau, respons terhadap tugas kelompok sebagian besar baik terutama ketika mengerjakan tugas, suasana pembelajaran juga kondusif dan siswa sebagian besar percaya diri pada saat pembacaan diskusi. Guru pun memberikan masukan terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami siswa. Siswa dihimbau untuk senantiasa mempelajari materi mata pelajaran Sosiologi di rumah. Nilai Gotong Royong untuk memajukan kelompok juga terlihat, hal ini terbukti dengan berkurangnya jumlah anak yang bolos tanpa keterangan. Jiwa ulet, kreatif, adil sangat dominan dalam diskusi, inilah mental yang diperlukan untuk menghadapi tantangan globalisasi.
4.    Catatan Harian Siswa
Hasil catatan harian  siswa menunjukkan bahwa 81% siswa senang dan tertarik dengan penerapan model Anti Galau dan  pembelajaran Coperative learning model STAD sedangkan 19% siswa merasakan tidak senang dan biasa biasa saja,bisa saja yang memilih tidak senang karena pernah dihukum atau diberi ganjaran karena suatu sebab sehingga semua anggota kelompoknya mendapat hukuman. Sejumlah 61% siswa mengatakan tidak sulit penerapan  model pembelajaran Anti Galau dan Coperative learning model STAD sedangkan 39% mengatakan guru menerangkan materinya terlalu cepat dan kurang memahami, 84% siswa mengatakan media yang digunakan menarik, tidak membosankan dan baik karena siswamendiskusikan cara-cara sosialisasi yang notabene mereka mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak membuat jenuh, 76% siswa menyatakan gaya mengajar guru menarik dan menyenangkan sedang 24% menyatakan cara menerangkan guru tidak mendetail dan tergesa gesa, 64% siswa menyatakan agar pembelajaran Anti Galau dan coperative learning model STAD sering sering digunakan sedangkan 36% menyatakan agar pembelajaran   coperative learning model STAD hanya sebagai alternatif saja.




















BAB V
PENUTUP
A.           Simpulan
Peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa penggunaan Cooperative Learning apapun modelnya sangat bagus untuk membantu pemahaman dan peningkatan hasil belajar siswa. Penggunaan metode ceramah yang selama ini guru gunakan, tidak kondusif apalagi untuk materi ilmu sosial yang banyak analisis dan konsep pemahaman, guru mudah lelah dan siswa banyak yang mengantuk.
1)   Penerapan model Anti Galau pembelajaran Coperative learning model STAD  di kelas X.2 sebagai alternatif dalam rangka mengembangkan pembelajaran cooperatif (kerjasama kelompok)  untuk mata pelajaran Sosiologi.
2)   Kriteria Ketuntasan  Minimal siswa mengalami peningkatan dari prasiklus, siklus I dan siklus II . Hal tersebut ditandai dengan nilai rata rata prasiklus 58,68 meningkat pada siklus I dengan rata rata 71,06 dan meningkat menjadi 75,12 pada siklus II sehingga memenuhi KKM sebesar 70.
3)   Pembelajaran model Anti Galau dan Coperative learning model STAD dirasakan oleh siswa menyenangkan dan membuat siswa aktif dalam berdiskusi dan berpendapat.
B.            Saran
Adapun saran untuk pembaca setelah penelitian ini selesai adalah :
(1). Guru mata pelajaran Sosiologi hendaknya menggunakan model pembelajaran yang menarik siswa, tidak harus Anti Galau, guru dipersilahkan untuk membuat kreasi sendiri untuk menggunakan kata atau kalimat yang tidak asing dilingkungan siswa dan Coperative learning model STAD. Model pembelajaran Coperative learning model STAD  terbukti dapat meningkatkan KKM dan kemampuan berdiskusi siswa . Selain itu, model pembelajaran tersebut dapat dirasakan menyenangkan siswa.
(2).  Model Anti Galau dan pembelajaran Coperative learning model STAD  sebagai model pembelajaran Sosiologi karena memiliki keunggulan merangsang daya pikir, kemampuan berargumen, dan keaktifan  siswa.
(3).  Para guru yang mengajar Sosiologi kiranya dapat melakukan penelitian lanjutan mengenai pembelajaran kooperatif . Para guru dapat menerapkan berbagai strategi, model, metode, teknik, dan media berdasarkan pendekatan tertentu yang tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat membantu guru untuk memecahkan masalah yang sering muncul dalam proses pembelajaran Sosiologi di kelas sehingga berdampak positif bagi perkembangan pendidikan yang lebih berkualitas.